Masih di luar daerah, pohon doa ikhlas mu! Ini didapati dari Watong Blog.
Keberuntungan, KemalanganCerita di bawah ini dikutip dari sebuah buklet lusuh yang saya ambil dari sebuah pengajian Ramadhan. Entah sumbernya darimana, tapi kisah ini sungguh penuh hikmah. Ada sebuah kisah tentang seorang petani tua yang bekerja di ladangnya. Suatu hari kudanya melarikan diri. Mendengar ini, tetangga si petani tua datang mengunjunginya, dan dengan penuh simpati berkata,
Keesokan harinya, kuda itu kembali, bersama tiga kuda liar lainnya. Hari berikutnya, anak si petani tua mencoba menaiki salah satu kuda yang masih liar itu. Sang anak terlempar dari punggung kuda yang belum jinak itu. Kakinya patah. Mendengar ini, tetangganya datang mengunjunginya untuk memberi simpati atas kemalangannya, “Oh, petani tua. Betapa malang nasibmu.” Lagi-lagi sang petani menjawab, “Mungkin saja.” Keesokan harinya, seorang pejabat militer datang ke desa dan menyerukan kewajiban bagi setiap pemuda untuk berperang membela negara. Mengetahui bahwa kaki anak laki-lakinya patah, pejabat militer itu pun melewatinya. Para tetangga pun memberi selamat kepada si petani tua atas keberuntungan nasibnya. Sang petani tua pun menjawab, “Mungkin saja.” * * * * Betapa seringnya kita diombang-ambingkan dengan konsep “keberuntungan” dan “kemalangan” ini. Sesuatu yang kita sama sekali tidak pernah paham esensinya. Bukankah kita tidak pernah beranjak dari masa kanak-kanak dulu: menangis ketika diberi sayur yang menyehatkan, dan berteriak senang ketika diberi permen yang mungkin akan menggerogoti gigi kita?
Sedih dan gembira, ya cuma segitu-gitunya, senantiasa memiliki akhir. Pasti ada sesuatu di balik semua peristiwa, seperti kata sebuah pepatah:
|
No comments:
Post a Comment