Saturday, 13 November 2010

JANGAN KUATIRKAN REZKIMU

http://bangaziem.wordpress.com/2010/11/04/jangan-kuatirkan-rizkimu/


Menurut riset, sebagian besar waktu manusia tersita dengan persoalan harta. Sejak bangun tidur sampai menjelang tidur, manusia selalu mempersoalkan harta. Bahkan, mimpinya pun kerap dihiasi persoalan harta. Tak heran, hatinya gelisah manakala ia tidak berharta dan berlaku angkuh manakala ia berpunya.

Saya hanya ingin berkisah kepada Anda.

Abu Manshur as-Samarqandi berkata, ‘Imam yang zuhud, Abu Abdullah, ingin meyakinkan dirinya tentang sebab-sebab mendapat rizki. Maka, ia pun mendaki gunung dan masuk ke sebuah gua. Ia bergumam sendiri, ‘Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau memberikan rizki kepadaku’. Tiba-tiba hujan lebat mengguyur dan menyebabkan jalan-jalan di gunung tidak terlihat. Namun, orang-orang lain yang ada di sekitar gunung itu pun menemukan gua tersebut. Mereka masuk ke gua itu dan melihat Abu Abdullah sedang meringkuk di dalamnya.

Mereka mengajaknya berbicara, namun ia tidak menyahut sepatah kata pun, sepertinya ia tidak menghiraukan pertanyaan mereka. Mereka berkata, ‘Mungkin orang ini kedinginan, sehingga ia tidak bisa berbicara’. Kemudian, mereka menyalakan api di mulut gua hingga hawa panasnya merasuk ke dalam gua. Mereka mengajak Abu Abdullah berbicara, namun tetap saja ia diam seribu bahasa. Mereka berkata lagi, ‘Mungkin orang ini telah lama tidak makan apapun. Karena itu, ia butuh makanan ringan yang panas, sehingga pencernaannya kembali normal’.

Lalu mereka memasakkan sesuatu untuk Abu Abdullah dan menyuguhkan makanan itu kepadanya. Namun, ia tetap tidak bergeming. Mereka berkata lagi, ‘Mungkin gigi-giginya telah rapat’. Lalu, dua orang dari mereka berdiri dan mengambil dua buah pisau untuk membuka mulutnya dan memasukkan makanan ke dalamnya.

Tiba-tiba, Abu Abdullah tertawa. Mereka pun heran dan berkata, ‘Kamu gila ya?’. Ia menjawab, ‘Tidak, saya bukan orang gila. Hanya saja, saya sedang membuktikan bahwa Tuhanku akan memberikan rizki kepadaku, ternyata benar. Tuhan telah memberikan rizki kepadaku dan akan memberikan rizki kepada semua hamba-Nya, di manapun mereka berada’.

Hatim al-Asham rahimahullah pernah ditanya, ‘Apa yang membuatmu kukuh dengan tawakal?’. Ia menjawab, ‘Ada empat hal yang membuatku selalu tawakal. Pertama, saya mengetahui bahwa rizkiku tidak akan dimakan orang lain, karena itu jiwaku tenang. Kedua, saya mengetahui bahwa pekerjaanku tidak akan dapat dilakukan oleh orang lain, karena itu saya sibuk dengan pekerjaanku. Ketiga, saya mengetahui bahwa kematian datang secara tiba-tiba, karena itu saya harus menyiapkan bekalnya. Keempat, saya mengetahui bahwa saya tidak akan luput dari pengawasan Allah di mana pun saya berada, karena itu saya merasa malu kepada-Nya’.

Ibnu Athaillah as-Sukandari dalam al-Hikam berkata, ‘Salah satu tanda akan suksesnya seseorang dalam akhir perjuangannya adalah menyerah pada Allah sejak awal perjuangannya’.

Anda masih tidak percaya bahwa Allah adalah ar-Razaq, Sang Pemberi Rizki? Lihatlah bagian atas uang dollar. Di situ tertulis, ‘In God We Trust’, yang artinya ‘Hanya Kepada Tuhan Kita Percaya’. Jadi, buat pemburu dollar (harta), percayalah bahwa Allah yang mengatur rizki. Biarlah Allah yang mengatur hidup kita. Jangan kita mengatur Diri-Nya.

MAGIS ISTIGHFAR

Khasiat “Magis” Istighfar

Kita teramat dimanja oleh Allah SWT. Sadarkah kita? Curahan kasihnya kepada kita tak tepermanai. Ia menggadang-gadang kehadiran kita di firdaus-Nya. Ya, ia merindukan kita.

Kala kita melesat jauh dari dekapannya, Ia sigap. Ayat-ayatnya segera berseru memanggil kita, sabda-sabda RasulNya akan lantang mengajak kita kembali.

Dan, kala kita terasuki dosa, ia memberikan penawar. Penawar yang sangat mujarab membersihkan ruhani kita dari gumpalan-gumpalan dosa. Penawar itu teracik dan terkemas cantik dalam kalimat-kalimat sakti “istighfar”.

Habib Umar bin Segaf as-Segaf, dalam karyanya, Tafrihul Qulub wa Tafrijul Kurub, mendedah keagungan istighfar dengan mengalirkan seuntai kalimat ringkas sebagai mukaddimah, “Istighfar adalah instrumen pemantik rizki”. Sudah barang tentu, kalimat ini multi tafsir. Dalam pandangan salaf sekaliber Habib Umar, kata “rizki” memuat berjuta makna, ada rizki ruhani, ada rizki ragawi. Wallahu a’lam.

Beliau kemudian melanjutkan kalamnya, “Kitabullah dan hadis-hadis Rasul SAW menyebutkan fadhilah-fadhilah istighfar berulang kali. Diantara fadhilahnya adalah melebur dosa-dosa, menetaskan jalan keluar dari pelbagai persoalan, dan menyingkirkan kegalauan serta kesumpekan dari dalam hati.”

“Memang, kesumpekan dan deraan persoalan, lazimnya berpangkal dari perbuatan dosa. Oleh karena itu, seyogianya diobati dengan istighfar dan taubat yang tulus ikhlas. Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa melazimi istighfar, maka untuknya, Allah memberikan kebahagiaan dari kemasyghulan, jalan keluar dari kesulitan-kesulitan, dan Ia akan melimpahkan rizki kepadanya dengan cara-cara yang tak pernah diperhitungkannya.”

Seolah hendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi fadhilah istighfar, “Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta, mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan diri pada-Nya.”

“Logikanya, untuk menyucikan baju yang terciprat lumpur, kita bilas dengan sabun, bukan malah didekatkan pada asap-asap tungku. Pun demikian hati kita. Agar kian bersih dan molek, kita poles dengan istighfar, serta kita hindarkan dari lumuran-lumuran maksiat.”

“Dulu kala, seseorang mengadu kepada Imam Hasan Bashri mengenai kekeringan yang melanda negerinya. Sang Imam, dengan kearifannya, memberikan resep sederhana, “beristighfarlah!”. Lalu datang seorang lainnya. Kali ini ia mengeluhkan kefakiran yang terus menggelayutinya. Sang imam memperlakukannya sama dengan yang pertama. Ia memberikan resep istighfar kepadanya. Lalu datanglah orang ketiga. Yang terakhir ini menyambat nestapa bahtera rumah tangganya karena tak kunjung dianugerahi buah hati. Sikap sang imam masih seperti sebelumnya. Ia memberikan resep istighfar. Kepada ketiga-tiganya, Imam Hasan memberikan obat yang sama, yakni istighfar, untuk problematika yang beragam. Ia juga menjelaskan dalil-dalil al-qur’an dan hadisnya kepada mereka.”

“Suatu waktu, kemarau panjang menerpa negeri muslimin. Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab tak mau tinggal diam. Ia segera berinisiatif memohonkan hujan. Akan tetapi, bukannya salat istisqa’ yang dicanangkan Umar seperti pada galibnya. Kali ini, ia, seorang diri, hanya melafalkan kalimat-kalimat istighfar.”

“Istighfar Umar bukan sembarang istighfar. Tapi istighfar yang penuh ijabah. Tak lama kemudian, hujan deras menggerojok tanah muslimin. Seseorang yang keheranan langsung melempar tanya, “bagaimana bisa Anda memohon hujan hanya dengan menggumamkan istighfar?”. Dengan enteng, Umar menukasi, “Aku memohon hujan dengan kunci-kunci langit.”

Kalam-kalam Habib Umar benar adanya. Kita perlu memaknainya dengan bijak. Barangkali, berondongan musibah yang mendera tanah tumpah darah kita ini adalah getah dari perbuatan kita sendiri. Tinggal bagaimana kita menyikapi?

Sejatinya, kita membutuhkan figur Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Tapi, mengharap sosok Umar, di era seporak-poranda kini, ibarat kerdil merindukan bulan, Sia-sia saja. Jadi, alangkah layaknya bila kita mulai membudayakan taubat dan istighfar di tengah-tengah rutinitas kita. Mari kita basahi bibir-bibir kita dengan istighfar, dengan pengharapan, barangkali Allah SWT berkenan menyetarakan istighfar kolektif kita ini dengan sebiji istighfar Umar bin al-khattab. Astaghfirullah rabbal baraya, astaghfirullah minal khathaya.

http://www.forsansalaf.com