Indahnya Ramadhan di Bumi Para Nabi
Di Mesir saat Ramadhan masyarakatnya sibut  beramal dan berinfak  sebanyak-banyaknya. Sementara di Indonesia, sibuk jualan atau ngabuburit
 JANGAN  ditanya kebahagiaanku berpuasa di bumi kinanah, bumi seribu menara ini.  Sangat jauh apa yang kurasakan dengan berpuasa di negeri sendiri,  Indonesia.
JANGAN  ditanya kebahagiaanku berpuasa di bumi kinanah, bumi seribu menara ini.  Sangat jauh apa yang kurasakan dengan berpuasa di negeri sendiri,  Indonesia.
Aku pernah merasakan berpuasa di Indonesia, tahun  2008. Duh,..indahnya berpuasa di negeri sendiri tidak begitu kurasakan.  Apakah yang kurang di negeriku ini? Entahlah, tapi “rasa” itu yang belum  kelihatan, seperti ada yang kurang.
Siangnya suasana biasa-biasa  saja, malamnya pas kebetulan aku tinggal di Bukittinggi, tepatnya di  sebuah kampung bernama Biaro. Mungkin suasana yang kurasakan ini tidak  semuanya ada di setiap daerah. Malamnya, shalat di masjid, dengan cuaca  yang kadang hujan, kadang-kadang mati lampu, dan tak jarang terasa gempa  kecil-kecilan. Dan kadang disertai perasaan cemas, jangan-jangan ada  gempa. Perasaan seperti ini masih terbawa sampai sebulan aku di Kairo,  Mesir.
Akibat bawaan seringnya gempa di Sumatera Barat, seakan-akan bumi Kairo pun bergoyang-goyang terus.
Undangan  maidaturrahman kebiasaan negeri para nabi ini, misalnya, di mana-mana  ada suguhan berbuka puasa bersama. Di jalanan, di masjid-masjid dan di  mana saja,  bahkan saat dalam bis, saat naik taksi, kita di stop hanya  sekedar untuk mendapat bagian makanan kotak buat buka puasa. Pokoknya  banyak yang menawarkan makanan untuk buka puasa. Hal-hal seperti ini,  tak pernah kurasakan di Indonesia.
Di Indonesia yang ada tawaran  untuk membeli makanan buat buka puasa. Beda dengan di Mesir, tak ada  yang berjualan makanan, paling minuman juice segar. Namun, yang banyak  adalah tawaran gratis makanan, plus minuman buat buka puasa, dan tak  jarang sekaligus buat sahur.
Bulan Ramadhan  di Mesir adalah  ajang buat beramal, beribadah, berinfak sebanyak-banyaknya, sementara di  Indonesia adalah ajang buat berjualan, berbisnis, atau ngabuburit.
Suara  imam yang syahdu, dengan isak tangis para jamaah, kekhusyukan jamaah  saat mendengarkan imam membaca al-Quran, adalah tradisi Ramadhan di  Mesir. Tak ada yang ayat-ayat pendek saat tarawih, kebanyakan ayat  panjang, dan tak jarang satu juz dihabiskan dalam satu malam.
Aku  suka mengikuti yang satu juz satu malam ini, sebab imamnya syahdu,  persis Imam Masjidil Haram, di mana ada para jamaah yang sambil memegang  al-Quran mengikuti bacaan Imam, ada yang berdiri, dan tak sedikit para  orangtua mengikutinya dengan hidmat sambil duduk.
Jamaahnya  sangat ramai, mulai awal sampai akhir. Bahkan semakin terakhir semakin  ramai, karena mereka meyakini akan datangnya 10 terakhir malam Lailatul Qadar.  Hal-hal semacam inilah yang tak kurasakan di Indonesia. Di Indonesia,  semakin akhir Ramadhan,  jamaahnya makin sepi pengunjung. Kayak ekor  tikus, yang semakin ke ujung semakin menciut, mungkin sibuk  mempersiapkan kue dan baju-baju lebaran. Sementara di Mesir,  kesibukan  semacam itu tak kelihatan. Bukan tak ada kue lebaran. Bahkan sangat  banyak, tapi mereka tak membuatnya, karena akan mengurangi ibadah shalat  tarawih di masjid.
Masjid Penuh
Suasana Ramadhan  di Kairo begitu indah kurasakan, sampai-sampai aku rasanya tak memiliki  waktu buat melihat FB, email kecuali sesaat. Saat pas aku lagi ingin  tahu berita di Indonesia, atau teman-teman dan saudara, baru aku membuka  internet.
Waktuku lebih banyak aku habiskan di dalam masjid,  mulai dari pukul 9-10 pagi, sampai pukul 11 malam, kadang sampai pukul 1  dini hari, kalau pas keesokan harinya hari libur sekolah anak-anakku,  karena pagi-malam diisi dengan tadarrusan bersama.
Di masjid  Kairo, anak-anak remaja juga sibuk bertadarrusan selesai shalat tarawih,  bapak-bapaknya pun tak ketinggalan. Termasuk ibu-ibu juga bikin  kelompok tersendiri, sehingga penuhlah semua masjid  dengan kelompok  jamaah tadarrusan.  Di masjid Mesir, banyak yang i’tikaf sambil membaca  al-Quran dengan khusyuknya.
Aku pernah shalat di samping ibu-ibu  Mesir. Mereka benar-benar khusyu’ saat shalat, sampai air mata mereka  berlinang-linang mendengarkan imam membaca al-Quran, dan tak jarang  kulihat mulutnya juga mengikuti bacaan al-Quran tersebut, mungkin mereka  sudah hafal.
Alhamdulillah, karena secara umum aku paham arti  dan makna isi kandungan al-Quran, aku suka mengikuti bacaan shalat 1 juz  satu malam itu. Rasanya tak begitu sulit memahami dan tak perlu capek  harus berlama berdiri mendengarkan imam membacanya. Ini pun dilaksanakan  oleh Rasulullah, di mana setiap bulan Ramadhan tiba, Malaikat Jibril  bersama Rasulullah membaca/mengkaji al-Quran.
Mungkin ini  sebabnya kenapa orang Mesir jiwa sosialnya cukup tinggi, karena setiap  tahun mereka mengkaji ulang al-Quran secara keseluruhan,  bukan di bulan  suci Ramadhan saja. Di bis-bis pun mereka membaca al-Quran, dan ini tak  kurasakan sama sekali di Indonesia, yang  ada malah lantunan musik yang  kadang memekakkan telingaku.
Jangan pernah takut tak akan makan  di negeri para Kinanah di bulan suci Ramadhan ini, orang Mesir sangat  suka mendermakan hartanya buat fakir miskin, terutama mahasiswa/mahasiwa  penuntut ilmu fi sabilillah. Mereka sangat care akan hal ini, terutama  di bulan suci Ramadhan ini. Dan yang aku salutkan di sebahagian besar  orang Mesir, merasa dirinya akan dekat waktu ajalnya, sehingga biasanya  mereka berwasiat untuk mewakafkan hartanya di jalan Allah. Apakah itu  untuk pembangunan masjid atau apa saja.
Bukan seperti kita, kalau  mau meninggal, yang difikirkan adalah apakah yang akan kutinggalkan  dari hartaku buat anak-anakku? Tak terfikir, apakah harta yang akan  kuwakafkan kelak saat aku meninggalkan dunia fana ini?
Bulan  Ramadhan adalah bulan penuh berkah di Mesir ini. Khusus bagi masyarakat  Indonesia yang ada di daerah Dokki, setiap malam selesai tarawih, ada  makanan ringan disediakan, semacam bakso, empek-empek, dll. Setiap  malam, sponsor makanan tersebut bergantian. Misalnya pihak Dubes hari  pertama, sampai local staff KBRI Kairo, dan juga berasal dari sebahagian  masyarakat yang mau ikut serta menyumbang menjadi sponsor.
Malamnya  sebagian bapak, remaja, dan ibu, melakukan tadarrusan 1 juz dalam satu  malam. Kalau  ibu-ibunya ditambah pagi harinya 2 juz satu hari, dan para  anak serta remaja hanya beberapa lembar saja, karena mereka harus  belajar.
Di luar Ramadhan selesai shalat zhuhur di sekolah  Indonesia Kairo  selalu membaca al-Quran. Semua dengan suasana ibadah,  kekeluargaan, dan tak jarang buka bareng bersama-sama. Mengkaji al-Quran  cukup diminati oleh masyarakat Mesir dan Indonesia yang ada di Mesir  ini, terlebih lagi bulan penuh berkah ini. Seakan-akan bulan suci  Ramadhan adalah bulannya al-Quran, dan bulannya bertebaran para dermawan  yang menyumbangkan sebahagian hartanya buat fakir miskin, fisabilillah.
Mudah-mudahan,  pengalaman hidup di negeri para Nabi ini bisa bermanfaat bagiku, keluarga, dan umat Islam lain. [Rakhimah, Mesir/hidayatullah.com]



 
2 comments:
Sangattttttttttttttt RINDUUUUUUUUUU Ramadhan di Mesir indeed!!! :-(((((
Salams,
Jealous dengan kamu yang sudah merasai pengalaman di Mesir! Harap2 diberi rezki yang barokah untuk ke Mesir mengalami nya sendiri, doakan....
Post a Comment